BLANGKON JOGJA DAN BLANGKON SOLO, Pengrajin Blangkon Jogja, Penjahit Surjan, Pengrajin Busana jawa, Spesialis Pengrajin Busana Jawa. Lontong, Kamus, Timang, Sabuk Jawa, Busana Jawa, Busana adat Blangkon Sunan, Blangkon Bisa di cuci, Blangkon alusan bisa di cuci, Grosir Blangkon, Grosir Surjan, Surjan Lurik, Surjan Kembang.
Showing posts with label blangkon. Show all posts
Showing posts with label blangkon. Show all posts
Saturday, December 15, 2018
Tuesday, November 27, 2018
Pengrajin Blangkon Jogja Java Ombus
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik
dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal
dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu
yang siap pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan
sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup
rumit. Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala
siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya
bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan
digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa. Untuk
beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon
yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang
sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian
tersebut tersembul dibagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang
supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang
kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada
bagian belakang blangkon. Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng
sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.
Wednesday, July 19, 2017
filosofi blangkon
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.untuk beberapa tipe blangkon ada yang meggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkonyang disebut mondholan.mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala,sehinggabagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.
Saturday, July 8, 2017
blangkon dan filosofi Versi Bahasa Jawa
"Blangkon iku sajinis penutup sirah kanggo wong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket.Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah.Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)".
Ya, Blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin.Awalnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, berukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm.Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu.Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka timbullah gagasan seiring dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis, yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti akn asa muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala.Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka.pencipta tahun Saka atau tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana Aji Saka berhasil mengalahkan DewataCengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah jawa.Selain itu, ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.Para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka.Cerita lain mengatakan,disatu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.
Seorang ahli kebudayaan bernama becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"That an object is useful,that an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these precludes it from also thought beatiful .some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standards and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem(aturan) tentang iket.semakin memenuhi pakem yang ditetapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang jawa,kepala,rambut dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan.kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkanya tergerai acak-acakan.Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofis berupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri.Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah sebuah konflik,misal perang atau berkelahi.Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau membuka tutup kepala) yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapanemosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental.Dibagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yang terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain.setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat,artinya syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam.
Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bila anda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!
Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu yang mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang trepes(rata). Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut ini lah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representasi perasaa.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan, yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.
Sebagai bagian dari taktik devide et impera, VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatanganinya perjanjian Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta.Masyarakat di kedua daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang Belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari jogya.Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di jogya, sementara yang trepes ditemukan di solo.
Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu :
1.Kejawen (meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri, Malang), dapat dibedakan lagi sekuran- kurangnya dua gaya,yakni Solo dan Yogyakarta.
a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak.
2. Pasundan. tidak selalu diartikan secara geografis, misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo, namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti: barang bangsemplak, sumedangan, wirahnasari dan lain-lain.
3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa dimana corak budayanya berbeda (penerapan motif batik)dengan daerah pedalaman.
4. Lain-lain.Disamoing yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau Jawa seperti layaran(jawa timur,dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebin, demak) dipakai oleh santri dan lain-lain.
Jadi blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang ra[i, sopan dan serseni (ditandai dengan wiru halus)dari sebuah pengendalian diri yang kuat(ikatan dua ujung kain dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.
Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bila anda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!
Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu yang mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang trepes(rata). Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut ini lah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representasi perasaa.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan, yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.
Cara Mencari Ukuran Blangkon
Sebagai bagian dari taktik devide et impera, VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatanganinya perjanjian Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta.Masyarakat di kedua daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang Belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari jogya.Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di jogya, sementara yang trepes ditemukan di solo.
Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu :
1.Kejawen (meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri, Malang), dapat dibedakan lagi sekuran- kurangnya dua gaya,yakni Solo dan Yogyakarta.
a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak.
2. Pasundan. tidak selalu diartikan secara geografis, misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo, namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti: barang bangsemplak, sumedangan, wirahnasari dan lain-lain.
3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa dimana corak budayanya berbeda (penerapan motif batik)dengan daerah pedalaman.
4. Lain-lain.Disamoing yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau Jawa seperti layaran(jawa timur,dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebin, demak) dipakai oleh santri dan lain-lain.
Jadi blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang ra[i, sopan dan serseni (ditandai dengan wiru halus)dari sebuah pengendalian diri yang kuat(ikatan dua ujung kain dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.
Subscribe to:
Posts (Atom)