Showing posts with label BLANGKON JAWA. Show all posts
Showing posts with label BLANGKON JAWA. Show all posts

Friday, March 22, 2019

Blangkon Jogja Alusan




Meluruskan beberapa anggapan masyarakat tentang filosofi blangkon Jawa/Yogyakarta dengan mondolan yang sering dianggap sebagai watak orang Jawa yang "suka main belakang" tidak terus terang dan licik. Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaan dan harapannya dengan simbol-simbol unik dan artistik yang sebenarnya mengandung ajaran dan filosofi adiluhung yang patut dijadikan teladan : (Jangan sampai Wong Jawa kari separo/ilang Jawane)
Tentang Blangkon Yogyakarta

► Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu : blangkon dengan bentuk Mataraman dan blangkon dengan bentuk Kagok. Kedua blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.

► Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta. Selain motif utama di atas masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik.

► Makna Simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
• Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
• Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
• Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
• Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
• Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.







Sedangakan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
• Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.




• Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya

• Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.


• Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari sumber kehidupan.


• Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.


• Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebagainya.


• Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi. (soen)

Tambahan adanya mondolan di blangkon Ngayogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria Jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya Solo sehingga pada blangkon Solo kempes di belakang.


Thursday, March 21, 2019

Makna Blangkon bagi Orang Jawa

Makna Blangkon bagi Orang Jawa


Bagi orang Jawa, makna blangkon bukan sekedar sebagai penutup kepala. Blangkon memiliki filosofi, sekaligus merupakan simbol status bagi pemakainya.
Asal Kata dan Makna Blangkon

Istilah blangkon berasal dari kata ‘blangko’, dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang siap pakai. Sebab awalnya penutup kepala ini memang tidak bisa langsung dipakai begitu saja. Melainkan diikat melalui proses pembuatan simpul yang cukup rumit.
Maka dari itu diciptakanlah blangkon, penutup kepala yang siap pakai.
Masing-masing daerah memiliki blangkon dengan ciri khas yang berbeda. Tekstur dan motif blangkon gaya Yogyakarta, misalnya, berbeda dari blangkon Jawa Tengah, Solo, ataupun Jawa Barat.
Terkait blangkon Solo dan Jogja, ada perbedaan ciri fisik sekaligus filosofi yang cukup menarik      Bagi orang Jawa, makna blangkon bukan sekedar sebagai penutup kepala. Blangkon memiliki filosofi, sekaligus merupakan simbol status bagi pemakainya.

Asal Kata dan Makna Blangkon

Istilah blangkon berasal dari kata ‘blangko’, dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang siap pakai. Sebab awalnya penutup kepala ini memang tidak bisa langsung dipakai begitu saja. Melainkan diikat melalui proses pembuatan simpul yang cukup rumit.
Maka dari itu diciptakanlah blangkon, penutup kepala yang siap pakai.Masing-masing daerah memiliki blangkon dengan ciri khas yang berbeda. Tekstur dan motif blangkon gaya Yogyakarta, misalnya, berbeda dari blangkon Jawa Tengah, Solo, ataupun Jawa Barat.
Terkait blangkon Solo dan Jogja, ada perbedaan ciri fisik sekaligus filosofi yang cukup menarik.

1. Bentuk dan Makna Blangkon Yogyakarta



Blangkon gaya Jogja memiliki mondolan di bagian belakang. Pasalnya, jaman dulu para kaum Adam Jogja cenderung memanjangkan rambut. Sehingga ketika diikat, rambut panjang perlu digelung ke atas dan dibungkus ikatan kain. Kemudian berkembanglah menjadi blangkon yang sekarang.
Mondolan juga erat kaitannya dengan filosofi orang Jawa yang diharapkan pandai menyimpan rahasia. Tidak mudah membuka aib, baik aib diri sendiri maupun orang lain. Halus dalam berbicara dan bertingkah laku lembut serta berhati-hati sebagai wujud keluhuran budi pekerti.

Orang yang bijak akan mampu tersenyum dan tertawa meskipun hatinya menangis. Ia hanya memikirkan bagaimana berbuat baik terhadap sesama, meski diri sendiri menjadi korbannya.

2. Bentuk dan Makna Blangkon Solo




Dikarenakan pengaruh Belanda, masyarakat Solo lebih dulu  mengenal cukur rambut. Bahkan mengenal jas bernama beskap, yang asal katanya sendiri adalah beschaafd (berkebudayaan/ civilized).
Blangkon gaya Surakarta tidak memiliki tonjolan di bagian belakang. Melainkan terjalin dengan mengikatkan dua pucuk helai kain di bagian kanan dan kiri. Makna blangkon dalam hal ini adalah sebagai simbol pertemuan antara jagad alit (mikrokosmos) dengan jagad gedhe (makrokosmos).

blangkon mengisyaratkan jagad gedhe, sedangkan kepala yang ditumpanginya mengisyaratkan jagad alit. Sebab dalam peranan manusia sebagai khalifah, kita membutuhkan kekuatan Tuhan. Blangkon menyimbolkan kekuatan Tuhan yang diperlukan bila manusia ingin menjalankan tugasnya untuk mengurus alam semesta




Friday, March 15, 2019

Makna Tersirat Dalam Pakaian Adat Jawa



Makna Tersirat Dalam Pakaian Adat Jawa – Banyak yang menyebut pakaian tradisional adat Jawa dengan busana kejawen. Seperti yang kita tahu bahwa kebudayaan jawa sangat kental dengan simbol-simbol tersembunyi. Hampir setiap hal dalam masyarakat Jawa selalu diciptakan dengan mempunyai perlambang tertentu bagi orang Jawa. Hal tersebut juga berlaku pada busana Jawa yang penuh dengan piwulang sinandhi (ajaran tersamar) kaya akan ajaran dan tutunan hidup Jawa. Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran dan tuntunan untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni. Masyarakat Jawa sangat mengedepankan keseimbangan, hal ini berlaku pada hal apa pun dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta segalanya.



Pakaian tradisional adat Jawa yang dikenakan pada bagian kepala adalah iket dan udheng; dibagian tubuh ada rasukan (baju); jarik, sabuk, epek, dan timang dibagian belakang tubuh yakni keris dan dikenakan dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela.

Pakaian Bagian Atas

Pada bagian kepala biasanya orang Jawa kuna (tradisional) mengenakan ‘iket’ yaitu ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kuat supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia sepantasnya mempunyai pemikiran yang kenceng, dalam artian tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Selanjutnya udheng, penggunaannya hampir sama dengan iket, dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan fungsinya sama. Udheng berasal dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas. Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia harus punya keterampilan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap.


Busana kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik adalah agar seseorang dalam melakukan tindakan apapun selalu (diniknik) diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain. Selalu menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan. Hal ini melambangkan harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah manusia harus selalu ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai kerjanya tanpa ada hasil atau buk (impas/tidak ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.


Epek mengandung arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, kita harus epek (apek dan golek) mencari pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun, teliti, dan cermat agar memahaminya dengan jelas. Timang memiliki makna apabila ilmu yang didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang. Tidak akan ada rasa samang (khawatir). Jarik adalah kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki. Jarik bermakna aja gampang serik (jangan mudah iri terhadap orang lain). Wiru Jarik atau kain yang dikenakan selalu dengan cara mewiru (melipat) pinggiran yang vertikal satu sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron diperoleh dengan cara melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, mengandung arti wiwiren aja nganti kleru atau kerjakan segala hal jangan sampai keliru, supaya kita bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis. Bebed adalah kain (jarik) yang dikenakan oleh laki-laki seperti halnya pada perempuan, bebed artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan bekerja sepanjang hari (tumindak nggubed ing rina wengi)

Canela mempunyai arti ‘canthelna jroning nala’ peganglah kuat dalam hatimu. Canela sama artinya selop atau sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Curiga lan warangka

Curiga atau keris berujud wilahan yang terdapat dalam warangka atau tempatnya. Curiga dikenakan di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai makna bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Allah Yang Maha Kuasa, representasi dari konsep manunggaling kawula Gusti. Berdasarkan letaknya, keris mempunyai makna bahwa hubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa hendaknya tidak dipertunjukkan.

Tuesday, March 12, 2019

Toko Perlengkapan Busana jawa

Makna / Filosofi Blangkon 
 Meluruskan beberapa anggapan masyarakat  tentang filosofi blangkon Jawa/Yogyakarta dengan mondolan yang sering dianggap sebagai watak orang Jawa yang "suka main belakang" tidak terus terang dan licik. Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaan dan harapannya dengan simbol-simbol unik dan artistik yang sebenarnya mengandung ajaran dan filosofi adiluhung yang patut dijadikan teladan : (Jangan sampai Wong Jawa kari separo/ilang Jawane)
Tentang Blangkon Yogyakarta

► Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu : blangkon dengan bentuk Mataraman dan blangkon dengan bentuk Kagok. Kedua blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.

► Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta . Selain motif utama di atas masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik.

► Makna Simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
• Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
• Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
• Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
• Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
• Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.

Sedangakan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
• Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
• Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya
• Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
• Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari sumber kehidupan.
• Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.
• Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebagainya.
• Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi. (soen)

Tambahan adanya mondolan di blangkon Ngayogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria Jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya Solo sehingga pada blangkon Solo kempes di belakang.

Tuesday, November 27, 2018

Tempat Pembuatan Blangkon Manten Java Ombus




Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan.Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut oanjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.


Pengrajin Blangkon Jogja Java Ombus





Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.

Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit. Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.

Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.

Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.


Pusat Pengrajin Busana Jawa Blangkon Jogja Java Ombus

















Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan.Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut oanjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.

Wednesday, July 19, 2017

filosofi blangkon


Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.untuk beberapa tipe blangkon ada yang meggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkonyang disebut mondholan.mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala,sehinggabagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian  belakang blangkon.blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.

Wednesday, December 12, 2012

Ciri khas Blangkon jogja





# SUGENG RAWUH #

CV. Java Ombus.

Alamat : Tegal Cerme, RT. 08, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Yogyakarta. 55197.
Cp. 081804210607/082133775521.
Rumah/Toko : 0274 4435745.







Blangkon Jogja dengan mondolan dibelakang merupakan ciri khan blangkon jogja. Blangkon merupakan salah satu pakaian tradisional jawa khususnya joga dengan ciri khas ada mondolanya dibelakang sebagai penutup kepala pada bagian rambut dikepala. Kita tau  bahwa Blangkon banyak modelnya tapi untuk cirikhas jogja ada mondolanya dibelakang, jelas berbeda dengan blangkon model Solo atau daerah lain.
Mondolan dibelang merupakan ciri khas blangkon jogja dan semua orang pun sudah mengetahui blangkon yang debelakang ada mondolanya adalah blangkon model jogjakarta.




 BUSANA AMONG TAMU 
# SURJAN KEMBANGAN #

 MENERIMA PESANAN SURJAN dan PEMBUATAN SURJAN MOTIF KEMBANG
 

















# Harga Surjan Motif Kembang  : 
Surjan Motif Kembangan dengan kreteria bahan dan jahitan Alus harga mulai Rp.130.000,-  sampai Rp. 170.000,- tergantung Kwalitas kain.

#  Pembuatan Surjan Motif Kembang :
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran M                   =  2          meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran L                    =  2,25     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XL                 =  2,50     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXL              =  2,75     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXXL           =  3          meter
(lebar kain untuk semua ukuran 110 cm)
# Ongkos jahitan Surjan Alusan perbiji mulai Rp. 55.000,-        dengan kreteria jahitan : 
     - Jahitan Alus dan Rapi.
     - Tanpa Furing.
     - Ukuran S-M-L-XL dan XXL.

 # Ongkos jahitan Surjan Alusan ongkos Rp. 65.000,- dengan  
    kreteria jahitan : 
    - Jahitan Alus dan Rapi.
    - Tanpa Furing.
    - Ukur Badan.
    - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)

# Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 75.000,- dengan kreteria 
   jahitan : 
   - Jahitan Alus dan Rapi.
   - Furing kain asahi.
   - Ukur Badan.
   - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)


# Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 85.000,- dengan kreteria 
   jahitan : 
   - Jahitan Alus dan Rapi.
   - Furing kain Katun.
   - Ukur Badan.
   - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)
(Harga sewaktu-waktu bisa berubah tanpa pemberitahuan)
Pemesanan :
Telp/sms/WA. 081804210607
Telp/sms. 082133775521
Rumah/Toko : 0274 4435745.

Pin BB.5d266293


No Rekening Bank.

297289999 an. TRI Yanto
3008 01 015825 533 an. TRI Yanto
900 00 2535594 3 an. TRI Yanto

4451237190 an Eni Sulistyowati

Paket Pengiriman Barang : 






wa