BLANGKON JOGJA DAN BLANGKON SOLO, Pengrajin Blangkon Jogja, Penjahit Surjan, Pengrajin Busana jawa, Spesialis Pengrajin Busana Jawa. Lontong, Kamus, Timang, Sabuk Jawa, Busana Jawa, Busana adat Blangkon Sunan, Blangkon Bisa di cuci, Blangkon alusan bisa di cuci, Grosir Blangkon, Grosir Surjan, Surjan Lurik, Surjan Kembang.
Meluruskan beberapa anggapan masyarakat tentang filosofi blangkon Jawa/Yogyakarta dengan mondolan yang sering dianggap sebagai watak orang Jawa yang "suka main belakang" tidak terus terang dan licik. Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaan dan harapannya dengan simbol-simbol unik dan artistik yang sebenarnya mengandung ajaran dan filosofi adiluhung yang patut dijadikan teladan : (Jangan sampai Wong Jawa kari separo/ilang Jawane)
Tentang Blangkon Yogyakarta
► Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu : blangkon dengan bentuk Mataraman dan blangkon dengan bentuk Kagok. Kedua blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.
► Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta . Selain motif utama di atas masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik.
► Makna Simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
• Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
• Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
• Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
• Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
• Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.
Sedangakan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
• Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
• Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya
• Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
• Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari sumber kehidupan.
• Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.
• Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebagainya.
• Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi. (soen)
Tambahan adanya mondolan di blangkon Ngayogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria Jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya Solo sehingga pada blangkon Solo kempes di belakang.
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan.Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut oanjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.
Surjan bagi orang Jawa merupakan salah
satu model pakaian adat yang penuh filosofis kehidupan. Surjan merupakan
bebusana adat Jawa atau orang bilang busana kejawen penuh dengan piwulang
sinandhi,kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa (
Kejawen ).
Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan
ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang
berkaitan dengan aktifitas sehari -hari,baik dalam hubungannya dengan sesama
manusia,dengan diri sendiri,maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta segala
sesuatu dimuka bumi ini. dan khusus untuk pakaian adat pria ini kurang lebih
terdiri dari Blangkon,Surjan/beskap,Keris,Kain Jarik (Kain Samping),sabuk
sindur dan canela/cemila/selop.
Penggunaan pakaian adat yang sekarang ini
sudah jarang dilakukan atau hanya sekedar dipakai pada saat ada hajatan saja,
berakibat pengetahuan tentang tata cara pemakaian pakaian adat menjadi semakin
minim. Terlebih lagi kebanyakan dari masyarakat sudah jarang yang memiliki
sendiri seperangkat pakaian adat.
Blangkon
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan
oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa.
Sebutan Blangkon berasal dari kata
blangko,istilah yang dipakai masyarakat Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap
pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk buat dan siap pakai,melainkan sama
seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.
Seiring berjalannya waktu, maka terciptanya inovasi untuk membuat ikat kepala
siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang
merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria
sebagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe
blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang
disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria
masa itu yang seiring mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala,
sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu
harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sehingga lilitan rambut panjang yang
menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut
pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang
blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedaang mondholan
gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti ondel-ondel.
Surjan
Surjan /sur.jan/Jw. adalah baju laki-laki
khas Jawa berkerah tegak;berlengan panjang,terbuat dari lurik atau cita
berkembang Kata surjan merupakan bentuk tembung garba (gabungan dua kata atau
lebih, diringkas menjadi dua suku kata saja) yaitu dari kata suraksa-janma
(menjadi manusia).Surjan menurut salah satu makalah yang diterbitkan oleh Tepas
Dwarapura Keraton Yogyakarta berasal dari istilah siro + jan yang berarti
pelita atau yang memberi terang.
Dikatakan (pakaian) surjan berasal dari
zaman Mataram Islam awal. Pakaian adat pria ini merupakan pakaian adat model
Yogyakarta walaupun konon katannya Surjan merupakan pakaian khas dari kerajaan
Mataram sebelum terpecah menjadi dua,Surakarta dan Yogyakarta.Surjan awalnya
diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang diinspirasi oleh model pakaian pada waktu itu
dan selanjutnya digunakan oleh Mataram.
Pakaian surjan dapat disebut pakaian
"takwa" , karena itu di dalam baju surjan terkandung makna -makna
filosofi,diantarannya: bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6
biji kancing) yang kesemuannya itu menggambarkan rukun iman.Rukun iman tersebut
adalah iman kepada Allah,iman kepada malaikat,iman kepada kitab-kitab,iman
kepada utusan Allah,iman kepada hari kiamat,iman kepada takdir. Selain itu
surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri dan kanan.Hal
itu adalah simbol dua kalimat syahadat yang berbunyi,ashaduallaillahaillalah
dan Waashaduanna Muhammada rasullah. Disamping itu surjan memiliki tiga buah
kancing didalam (bagian dada dekat perut) yang letaknya tertutup (Tidak kelihatan)
dari luar yang menggambarkan tiga macam nafsu manusia yang harus diredam
/dikendalikan/ditutu. Nafsu-nafsu tersebut adalah nafsu bahimah (hewani).Nafsu
Lauwamah (Nafsu Makan makan dan minum) dan Nafsu Syaitoniah (nafsu
setan).(K.R.T.Jatiningrat 2008.Rasukan Taqwa lan Pranakan ing Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat,Yogyakarta ; Terlepas Dwarapura Karaton Ngayogyakarta
Hadiningrat.)
Jadi jenis pakaian atau baju bukan sekedar
untuk fashion dan menutupi anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan
serta untuk kepantasan saja,namun didalamnya memang terkandung makna filosofi
yang dalam.
Surjan sendiri terdapat dua jenis yaitusurjan lurik dan surjan Ontrokusuma,dikatakan surjan lurik karena motif
garis-garis,sedangkan surjan ontrokusuma karena bermotif bunga (kusuma). Jenis
dan motif kain yang digunakan untuk membuat surjan tersebut bukan kain polos
ataupun kain lurik buatan dalam negeri saja,namun untuk surjan Ontrokusuma
tersebut dari kain sutera bermotif hiasan berbagai macam bunga.
Surjan otrokusuma hanya khusus sebagai
pakaian para bangsawan Mataram,sedangkan pakaian seragam bagi aparat kerajinan
hingga prajurit,surjan seragamnya menggunakan bahan kain lurik dalam
negeri,dengan motif lurik (garis-garis lurus). Untuk membedakan jenjang
jabatan/kedudukan pemakainya,ditandai atau dibedakan dari besar-kecilnya motif
lurik,warna dasar kain lurik dan warna-warni luriknya. Semakin besar luriknya
berarti semakin tinggi jabatannya;atau semakin kecil luriknya berarti semakin
rendah jabatannya. Demikian pula warna dasar kain dan warna-warni luriknya akan
menunjukkan pangkat (derajat/martabat)sesuai gelar kebangsawanannya.
Pemakaian Surjan ini dikombinasikan dengan
tutup kepala atau Blangkon dengan "mondolan" di belakangnya. Dahulu
pada jaman kerajaan mondolan ini difungsikan untuk menyimpan rambut pria yang
panjang biar kelihatan rapi.
Beskap
Beskap merupakan pakaian adat gaya Surakarta,bentuknyanseperti
jas didesain sendiri oleh orang Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang
berarti civilized atau berkebudayaan. Warna yang lazim dari beskap biasanya
hitam,walaupun warna lain seperti putih atau coklat juga tidak jarang digunakan.
Selain beskap,ada lagi pakaian adat pria gaya Surakarta ini yaitu
Atela. Perbedaan antara keduanya yang mudah dilihat dari pemsangan kancing
baju. Pada beskap,kancing baju terpasang di kanan dan kiri,sementara pada
atela,kancing baju terpasang di tegah dari kerah leher ke bawah.
Beskap adalah sejenis kemeja pria resmi
dalam tradisi Jawa Mataram untuk dikenakan pada acara-acara resmi atau
penting. Busana atasan ini diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh kalangan
kerajaan-kerajaan di wilayah Vorstenlanden namun kemudian menyebar ke berbagai
wilayah pengaruh budayanya.
Beskap berbentuk kemeja tebal,tidak
berkerah lipat,biasanya berwarna gelap,namun hampir selalu polos. Bagian depan
berbentuk simetris,dengan pola kancing menyamping (tidak tegak lurus). Tergantung
jenisnya,terdapat perbedaan potongan pada bagian belakang,untuk mengantisipasi
keberadaan keris.Beskap selalu dikombinasikan dengan jarik (kain panjang yang
dibebatkan untuk menutupi kaki).
Beskap memiliki beberapa variasi yang
berbeda potongannya.Berikut adalah jenis-jenis beskap:beskap gaya Solo, beskap
gaya Yogya, beskap landung dan beskap gaya kulon
Cara memakai Surjan atau Beskap
Seperti telah disampaikan di atas bahwa
Surjan atau beskap merupakan salah satu busana pria adat Jawa yang bersumber
dari keraton Mataram. Cara memakainya harus dilakukan dengan tatacara yang
memiliki kaidah etika dan estitika tertentu.Susuhunan Pakubuwono IV,Raja
Surakarta telah meningatkan kita dalam berpakaian,yaitu : Nyandhang panganggo
iku dadekna sarana hambangun manungso njobo njero,marmane pantesan
panganggonira,trapna traping panganggon,cudhukana marang kahananing
badanira,wujud lan wernane jumbuhna kalawan dedeg pidegso miwah pakulitaniro.
(Berpakaian seharusnya dijadikan saran
untuk membangun kepribadian manusia lahir dan bathin. Maksudnya berpantaslah
dalam berpakaian: berpakaianlah sesuai tempat dan keadaaan, cocokkan antara
badan dengan pakaian yang dikenakan,antara situasi, warna dan model/corak
pakaian,tinggi badan,berat badan dan warna kulit)
Perlengkapan busana surjan atau beskap:
.Nyamping/ sinjang
.Stagen
.Sabuk
.Epek lengkap timang dan lerep (anak
timang)
.keris / duwung
.Selop / canela
.Blangkon /udheng /mit
Kain Jarik
Jarik adalah kain panjang berwarna latar hitam dengan corak batik warna coklat
dengan motif batik yang beraneka ragam. Kain sebagai khasanah Batik Tradisional
Indonesia seringkali disebut juga jarit. Pada masa lalu nyamping atau jarik
yang digunakan biasanya berupa batik tulis, tetapi untuk saat ini rupanya tidak
jarang pula dipergunakan batik cap.
Jarik yang bercorak batik mempunyai maksud
bahwa jarik batik adalah kostum yang dipakai para ksatria dalam tradisi budaya
Jawa (Pakaian kejawen). Dengan memakai kostum berupa jarik ini diharapkan para
pemain mempunyai jiwa ksatria dan berwibawa.
.Memakai Sinjang/Nyamping
Nyamping atau Sinjang sebelum dikenakan
haruslah diwiru terlebih dahulu. Untuk nyamping busana pria, lebar wiru
berukuran 3 jari tangan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengenakan
nyamping adalah motif batik pada kain nyamping tersebut. Jika nyamping memiliki
motif ganda,posisi kepala burung haruslah berada diatas. Ada juga motif yang
memakai simbol/bentuk seperti candi atau rumah,maka posisi atap haruslah berada
diatas. Saat mengenakan nyamping,posisi wiru berada ditengah tubuh memanjang ke
bawah. Tangan kanan memegang wiru dan tangan kiri memegang ujung kain satunya
(biasa disebut pengasih. Pengasih ini dililitkan ke kanan hingga pas ditengah
tubuh.Usahakan bagian bawah tingginya sama dan cukup menutupi bagian kemiri
kaki (bagian belang kaki yang menojol). Setelah dirasa cukup sesuai maka
nyamping harus diikat oleh stagen.
.Memakai Stagen
stagen dililitkan dari arah kiri ke kanan
mulai dari bawah melingkar ke arah atas.Jika stagen milik anda terlalu
panjang,anda dapat meneruskan memilitkan stagen kembali ke arah bawah.Jika
sudah cukup,ujung stagen ditekuk dan diselipkan pada bagian bahwa lilitan
stagen untuk mengunci lilitan tersebut. Selanjutnya untuk menutupi stagen,kenakanla
sabuk.
.Memakai Sabuk
Cara memakai sabuk mirip dengan cara mengenakan stagen yaitu
dililitkan berulang kali pada bagian bawah dada hingga ke pinggang. Hanya saja
sabuk dililitkan dari arah kanan ke kiri mulai dari atas ke arah bawah.Yang perlu
diperhatikan pada pemakaian sabuk adalah jarik sap (garis atas yang satu dengan
berikutnya kurang lebih 2 jari tangan). Ujung dari sabuk harus berakhir pada
bagian kiri depan dan dapat dikunci dengan peniti.
.Memakai Epek / Kamus
Bentuk epek mirip dengan ikat pinggang.
Epek memiliki bagian pengunci yang disebut timang dan bagian lerep (anak
timang). Cara mengenakan epek yaitu timang berada pada posisi tengah lurus
dengan wiru nyamping. Sementara lerep pada posisi sebelah kiri.Jika memiliki
epek yang panjang maka bagian ujung dapat dilipat dan dimasukkan ke bagian
lerep. Epek harus terpasang pada lilitan sabuk bagian bahwa,kira-kira 2 jari
dari garis bawah sabuk.
Warna sabuk dan epek ada beberapa
macam sesuai dengan keperluan.contohnya :
Sabuk berwarna unggu dengan epek berwarna
hijau artinya Wredha Ginugah yang dapat membangun suasana tentram.
Sabuk berwarna hijau atau biru dengan epek
berwarna warna merah artinya Satriya Mangsa yang dapat membangun jiwa terampil
dan berwibawa.
Sabuk berwarna Sindur (merah bercampur
putih) digunakan pada saat hajatan penganten.Warna ini dipakai bagi yang
memiliki hajatan (hamengku damel).
Sementara untuk besan tidak ada aturan
yang pasti.Hanya saja pada saat jaman penjajah Jepang,pernah ada paguyuban
yang menentukan warna sabuk Pandhan Binethot (warna hijau dan kuning)
bagi besan.
.Memakai Keris/Duwung
Keris atau dawung dikenakan padabagian
belakang busana.Keris diselipkan pada sabuk, tepatnya pada
sab ke tiga dari bagian sabuk. Posisi arah dan kemiringan seperti pada foto di
sebelah ini.
Untuk jenis keris ada banyak sekali
macamnya,hanya saja yang banyak dikenal oleh awam jenis Ladrang dan
Gayaman. Dhuwung ladrang adalah keris resmi yang digunakan dalam upacara ataupun
pahargyan (upacara penganten). Sementara jenis gayaman digunakan sehari-hari
oleh prajurit keraton.
.Memakai Selop/ canela
Selop dikenakan sebagai alas kaki. Yang
perlu diperhatikan pada pemakaian selop adalah ukuran dari selop itu.Jangan
mengenakan selop yang lebih besar dari ukuran kaki tapi pilihlah selop yang
lebih kecil. Ini bertujuan untuk menghindari agar langkah kita tidak terbelit
pada kain nyamping.
.Memakai Blangkon/ udeng/Mid
Pada bagian depan blangkon terdapat
segita. Ujung segitiga tersebut harus berada ditengah-tengah kening. Blangkon
jangan dikenakan terlalu mendongak ataupun menunduk.
Ada satu hal yang perlu diingat saat
mengenakan busana adat,yaitu bahwa sepintas orang dapat mengenali kepribadian
seseorang dari busanannya baik warnanya maupun jenis busananya, cara memakai
dan bertingkah laku saat mengenakannya.
Blangkon Yogya mempunyai mondolan, hal ini dikarenakan pada waktu itu, awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas (seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.
Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagai mana bisa berbuat yang terbaik demi sesama walaupun mengorbankan dirinya sendiri.
2. Blangkon Solo
waktu itu lebih dulu mengenal cukur rambut karena pengaruh Belanda, dan karena pengaruh Belanda tersebut mereka mengenal jas yang bernama Beskap yang berasal dari beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan.
Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat Syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.
Secara keseluruhan penempatan blangkon dikepala merupakan anjuran agar segala pemikiran yang dihasilkan dari kepala tersebut selalu membawa nilai-nilai keislaman. Dalam artian sebebas apapun pemikiran yang dihasilkan oleh otak, agama islam selalu menjadi mainstream. Jadi, segala pemikirannya akan berguna bagi orang banyak, tidak malah menyengsarakan. Juga berguna bagi seluruh alam sebagaimana islam yang rahmatan lil’alamin.
Makna filosofi blangkon yang kedua yaitu blangkon sebagai simbol pertemuan antara jagad alit (mikrokosmos) dengan jagad gede (makrokosmos).
Blangkon merupakan isyarat jagad gede karena nilai-nilai transendentalnya. Sedangkan kepala yang ditumpanginya merupakan isyarat jagad alit. Ini terkait dengan tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi yang membutuhkan kekuatan Tuhan. Karena itu, agar manusia mampu melaksanakan tugasnya dibutuhkan kekuatan Tuhan yang disimbolkan dengan blangkon. Setelah manusia mendapat kekuatan tersebut, resmilah ia sebagai khalifatullah fi al-ardi yang tugasnya mengurus alam sesisinya.
Maka tak heran jika zaman dahulu orang-orang Jawa banyak yang memakai blangkon karena mereka sadar bahwa mereka selain sebagai hamba Tuhan juga merupakan khalifah di bumi.
Blangkon
iku sajinis panutup sirah kanggowong priyo sing sejatine wujud modern
lan praktis soko iket .iket digawe soko kain batik sing rodho dowo
banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan
kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)''
Ya,blangkon
adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan
untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan
matahari atau udara dingin.awalnya terbat dari kain iket atau udeng
berbentuk persergi empat bujur sangkar,berukuran kurang kurang lebih 105
cm x 105 cm. kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan
kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu.mengenakan
iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka
timbullah gagasan seirng dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk
membuat penutup kepala yang lebih praktis,yang kemudian kita kenal
dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan
asal muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala.iket telah
tersebut dalam legenda Aji Saka,pencipta tahun saka atau tahun
jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana aji saka berhasil mengalahkan
dewata cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian
dapat menutuoi seluruh tanah jawa.selain itu,ada cerita-cerita bahwa
iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.para pedagang dari gujarat
yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang
dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat
kepala seperti mereka.cerita lain mengatakan, di satu waktu akibat
peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi
keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien
yaitu blangkon.
seorang ahli kebudayaan bernama Becker yang
meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"that an object is
useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these
precludes it from also thought beatiful.some craft generate from within
their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete
aesthetic standars and common of taste".Pada jaman dahulu,blangkon
memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan
pakem(aturan)tentang iket.Semakinmemenuhi pakem yang diterapkan,maka
blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang
jawa,kepala,rambut,dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan
terhormat dari tubuh manusia,yang harus selalu dilindungi dan
diperhatikan.Kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi
tidak membiarkannya tergerai acak-acakan.Rambut biasanya digelung atau
diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan kain tersebut diikat
dibelakang kepala bermakna filosofisberupa peringatan untuk mampu
mengendalikan diri.Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya
tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah konflik,misal
perang atau berkelahi.Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau
membuka tutup kepala)yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk
terakhir luapan emosi yang tak tertahan.Jadi iket atau blangkon adalah
perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk ke tanah
jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental.dibagian belakang
blangkon pasti ada 2 ujung kain yabg terikat,yang satu ujung kain
merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah
syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi
syahadatain.setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi
orang jawa adalah bagian terhormat.artinya syahadat harus ditempatkan
paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi
oleh sendi-sendi islam.
Pada perkembangannya kemudian,blangkon
yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis
tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta
status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya
wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi
apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bilaanda tidak mampu mengendalikan
emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon
dikepala!!
Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu mempunyai
mondholan(tonjolan)dan yang tepes(rata).Pada awal iket dipergunakan
sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga
harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut
inilah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah
iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas
adalah representai perasaan.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang
disembunyikan,yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri
demi menjaga perasaan orang lain.
Sebagai bagian dari taktik
devide et impera ,VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal
kerajaan Mataram.Setelah ditandatangani perjanjian
Gianti(1755)Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan
Surakarta.Masyarakat dikeduea daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya
sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria Jogya masih berambut panjang
dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat
dengan orang-orang belanda terlebih dahulu mengenal cara
bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan
menggunakan blangkon(tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka
dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari Jogya.Itu
mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di Jogya,sementara
yang trepes ditemuka di Solo.
Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon,yaitu:
1. Kejawen(meliputi daerah
banyumas, bagelen, yogyakarta, surakarta, madiun, kediri,
malang) dapat
dibedakan lagi sekurang-kurangnya dua gaya,yakniSolo dan Yogyakarta a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan. b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya,yakni mataraman dan iket krepyak.
2.
Pasundan.tidak selalu diartikan secara geografis,misalnya Banten dan
Cirebon masuk kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak
persamaannya dengan gaya Solo,namun dapat dibedakan melalui beberapa
bentuk seperti : barang bangsempla, sumedangan, wirahnasari dan lain-lain.
3.
Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara pulau
jawa dimana corak budayanya berbeda(penerapan motif batik)dengan daerah
pedalaman.
4. lain-lain. disamping yang tidak disebutkan diatas
masih terdapat corak atau gaya lain dipulau jawa seperti layaran(jawa
timur, dari bangkalan), tengkulak (banten,cirebon, demak) dipakai oleh santri
dan lai-lain. Jadi Blangkon adalah sebuah representasi diri
melalui tampilan depan yang rapi,sopan dan berseni(ditandai dengan wiru
halus)dari sebuah pengendalian diri yang kat(ikatan dua ujung kain
dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.
"Blangkon iku sajinis penutup sirah kanggo wong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket.Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah.Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)".
Ya, Blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin.Awalnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, berukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm.Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu.Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka timbullah gagasan seiring dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis, yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti akn asa muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala.Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka.pencipta tahun Saka atau tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana Aji Saka berhasil mengalahkan DewataCengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah jawa.Selain itu, ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.Para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka.Cerita lain mengatakan,disatu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.
Seorang ahli kebudayaan bernama becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"That an object is useful,that an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these precludes it from also thought beatiful .some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standards and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem(aturan) tentang iket.semakin memenuhi pakem yang ditetapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang jawa,kepala,rambut dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan.kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkanya tergerai acak-acakan.Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofis berupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri.Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah sebuah konflik,misal perang atau berkelahi.Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau membuka tutup kepala) yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapanemosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental.Dibagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yang terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain.setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat,artinya syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam. Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bila anda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!! Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu yang mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang trepes(rata). Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut ini lah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representasi perasaa.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan, yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.
Cara Mencari Ukuran Blangkon
Sebagai bagian dari taktik devide et impera, VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatanganinya perjanjian Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta.Masyarakat di kedua daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang Belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari jogya.Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di jogya, sementara yang trepes ditemukan di solo. Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu : 1.Kejawen (meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri, Malang), dapat dibedakan lagi sekuran- kurangnya dua gaya,yakni Solo dan Yogyakarta. a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan. b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak. 2. Pasundan. tidak selalu diartikan secara geografis, misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo, namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti: barang bangsemplak, sumedangan, wirahnasari dan lain-lain. 3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa dimana corak budayanya berbeda (penerapan motif batik)dengan daerah pedalaman. 4. Lain-lain.Disamoing yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau Jawa seperti layaran(jawa timur,dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebin, demak) dipakai oleh santri dan lain-lain. Jadi blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang ra[i, sopan dan serseni (ditandai dengan wiru halus)dari sebuah pengendalian diri yang kuat(ikatan dua ujung kain dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.
MENERIMA PESANAN SURJAN dan PEMBUATAN SURJAN MOTIF KEMBANG
# Harga Surjan Motif Kembang :
Surjan
Motif Kembangan dengan kreteria bahan dan jahitan Alus harga mulai
Rp.130.000,- sampai Rp. 170.000,- tergantung Kwalitas kain.
# Pembuatan Surjan Motif Kembang :
Untuk pembuatan Surjan Ukuran M = 2 meter
Untuk pembuatan Surjan Ukuran L = 2,25 meter
Untuk pembuatan Surjan Ukuran XL = 2,50 meter
Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXL = 2,75 meter
Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXXL = 3 meter
(lebar kain untuk semua ukuran 110 cm)
# Ongkos jahitan Surjan Alusan perbiji mulai Rp. 55.000,- dengan kreteria jahitan : - Jahitan Alus dan Rapi. - Tanpa Furing. - Ukuran S-M-L-XL dan XXL.
# Ongkos jahitan Surjan Alusan ongkos Rp. 65.000,- dengan kreteria jahitan : - Jahitan Alus dan Rapi. - Tanpa Furing. - Ukur Badan. - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang) # Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 75.000,- dengan kreteria jahitan : - Jahitan Alus dan Rapi. - Furing kain asahi. - Ukur Badan. - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)
# Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 85.000,- dengan kreteria jahitan : - Jahitan Alus dan Rapi. - Furing kain Katun. - Ukur Badan. - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)
(Harga sewaktu-waktu bisa berubah tanpa pemberitahuan)