Showing posts with label JAVA OMBUS. Show all posts
Showing posts with label JAVA OMBUS. Show all posts

Saturday, December 15, 2018

Tempat Kulakan Blangkon dan Busana Jawa



Meluruskan beberapa anggapan masyarakat tentang filosofi blangkon Jawa/Yogyakarta dengan mondolan yang sering dianggap sebagai watak orang Jawa yang "suka main belakang" tidak terus terang dan licik. Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaan dan harapannya dengan simbol-simbol unik dan artistik yang sebenarnya mengandung ajaran dan filosofi adiluhung yang patut dijadikan teladan : (Jangan sampai Wong Jawa kari separo/ilang Jawane)
Tentang Blangkon Yogyakarta

► Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu : blangkon dengan bentuk Mataraman dan blangkon dengan bentuk Kagok. Kedua blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.

► Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta . Selain motif utama di atas masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik.

► Makna Simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
• Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
• Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
• Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
• Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
• Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.



Sedangakan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
• Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
• Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya
• Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
• Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari sumber kehidupan.
• Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.
• Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebagainya.
• Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi. (soen)

Tambahan adanya mondolan di blangkon Ngayogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria Jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya Solo sehingga pada blangkon Solo kempes di belakang.

Tuesday, November 27, 2018

Pusat Perlengkapan Busana jawa




Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai.Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit.Seiring berjalannya waktu,maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional jawa.Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan.Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka dibagian belakang kepala.Sehingga bagian tersebut tersembul dibagian belakang blangkon.Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut oanjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon.Blangkon surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.


Tuesday, November 13, 2018

Busana Adat Jawa Dan Maknannya

Busana Adat Jawa Dan Maknannya




Surjan bagi orang Jawa merupakan salah satu model pakaian adat yang penuh filosofis kehidupan. Surjan merupakan bebusana adat Jawa atau orang bilang busana kejawen penuh dengan piwulang sinandhi,kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa ( Kejawen ).

Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktifitas sehari -hari,baik dalam hubungannya dengan sesama manusia,dengan diri sendiri,maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta segala sesuatu dimuka bumi ini. dan khusus untuk pakaian adat pria ini kurang lebih terdiri dari Blangkon,Surjan/beskap,Keris,Kain Jarik (Kain Samping),sabuk sindur dan canela/cemila/selop.

Penggunaan pakaian adat yang sekarang ini sudah jarang dilakukan atau hanya sekedar dipakai pada saat ada hajatan saja, berakibat pengetahuan tentang tata cara pemakaian pakaian adat menjadi semakin minim. Terlebih lagi kebanyakan dari masyarakat sudah jarang yang memiliki sendiri seperangkat pakaian adat.


Blangkon 


Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat  dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa.

Sebutan Blangkon berasal dari kata blangko,istilah yang dipakai masyarakat Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk buat dan siap pakai,melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit. Seiring berjalannya waktu, maka terciptanya inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki  sebagai blangkon.

Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang seiring mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.

Sehingga lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedaang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti ondel-ondel.




Surjan 

Surjan /sur.jan/Jw. adalah baju laki-laki khas Jawa berkerah tegak;berlengan panjang,terbuat dari lurik atau cita berkembang Kata surjan merupakan bentuk tembung garba (gabungan dua kata atau lebih, diringkas menjadi dua suku kata saja) yaitu dari kata suraksa-janma (menjadi manusia).Surjan menurut salah satu makalah yang diterbitkan oleh Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta berasal dari istilah siro + jan yang berarti pelita atau yang memberi terang.

Dikatakan (pakaian) surjan berasal dari zaman Mataram Islam awal. Pakaian adat pria ini merupakan pakaian adat model Yogyakarta walaupun konon katannya Surjan merupakan pakaian khas dari kerajaan Mataram sebelum terpecah menjadi dua,Surakarta dan Yogyakarta.Surjan awalnya diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang diinspirasi oleh model pakaian pada waktu itu dan selanjutnya digunakan oleh Mataram.

Pakaian surjan dapat disebut pakaian "takwa" , karena itu di dalam baju surjan terkandung makna -makna filosofi,diantarannya: bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuannya itu menggambarkan rukun iman.Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah,iman kepada malaikat,iman kepada kitab-kitab,iman kepada utusan Allah,iman kepada hari kiamat,iman kepada takdir. Selain itu surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri dan kanan.Hal itu adalah simbol dua kalimat syahadat yang berbunyi,ashaduallaillahaillalah dan Waashaduanna Muhammada rasullah. Disamping itu surjan memiliki tiga buah kancing didalam (bagian dada dekat perut) yang letaknya tertutup (Tidak kelihatan) dari luar yang menggambarkan tiga macam nafsu manusia yang harus diredam /dikendalikan/ditutu. Nafsu-nafsu tersebut adalah nafsu bahimah (hewani).Nafsu Lauwamah (Nafsu Makan makan dan minum) dan Nafsu Syaitoniah (nafsu setan).(K.R.T.Jatiningrat 2008.Rasukan Taqwa lan Pranakan ing Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,Yogyakarta ; Terlepas Dwarapura Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.)

Jadi jenis pakaian atau baju bukan sekedar untuk fashion dan menutupi anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan serta untuk kepantasan saja,namun didalamnya memang terkandung makna filosofi yang dalam. 

Surjan sendiri terdapat dua jenis yaitusurjan lurik dan surjan Ontrokusuma,dikatakan surjan lurik karena motif garis-garis,sedangkan surjan ontrokusuma karena bermotif bunga (kusuma). Jenis dan motif kain yang digunakan untuk membuat surjan tersebut bukan kain polos ataupun kain lurik buatan dalam negeri saja,namun untuk surjan Ontrokusuma tersebut dari kain sutera bermotif hiasan berbagai macam bunga.



Surjan otrokusuma hanya khusus sebagai pakaian para bangsawan Mataram,sedangkan pakaian seragam bagi aparat kerajinan hingga prajurit,surjan seragamnya menggunakan bahan kain lurik dalam negeri,dengan motif lurik (garis-garis lurus). Untuk membedakan jenjang jabatan/kedudukan pemakainya,ditandai atau dibedakan dari besar-kecilnya motif lurik,warna dasar kain lurik dan warna-warni luriknya. Semakin besar luriknya berarti semakin tinggi jabatannya;atau semakin kecil luriknya berarti semakin rendah jabatannya. Demikian pula warna dasar kain dan warna-warni luriknya akan menunjukkan pangkat (derajat/martabat)sesuai gelar kebangsawanannya.

Pemakaian Surjan ini dikombinasikan dengan tutup kepala atau Blangkon dengan "mondolan" di belakangnya. Dahulu pada jaman kerajaan mondolan ini difungsikan untuk menyimpan rambut pria yang panjang biar kelihatan rapi.


Beskap



Beskap merupakan pakaian adat gaya Surakarta,bentuknyanseperti jas didesain sendiri oleh orang Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan. Warna yang lazim dari beskap biasanya hitam,walaupun warna lain seperti putih atau coklat juga tidak jarang digunakan. Selain beskap,ada lagi pakaian adat pria gaya Surakarta ini yaitu Atela. Perbedaan antara keduanya yang mudah dilihat dari pemsangan kancing baju. Pada beskap,kancing baju terpasang di kanan dan kiri,sementara pada atela,kancing baju terpasang di tegah dari kerah leher ke bawah.

Beskap adalah sejenis kemeja pria resmi dalam tradisi Jawa Mataram untuk dikenakan pada acara-acara resmi atau penting. Busana atasan ini diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh kalangan kerajaan-kerajaan di wilayah Vorstenlanden namun kemudian menyebar ke berbagai wilayah pengaruh budayanya.

Beskap berbentuk kemeja tebal,tidak berkerah lipat,biasanya berwarna gelap,namun hampir selalu polos. Bagian depan berbentuk simetris,dengan pola kancing menyamping (tidak tegak lurus). Tergantung jenisnya,terdapat perbedaan potongan pada bagian belakang,untuk mengantisipasi keberadaan keris.Beskap selalu dikombinasikan dengan jarik (kain panjang yang dibebatkan untuk menutupi kaki).

Beskap memiliki beberapa variasi yang berbeda potongannya.Berikut adalah jenis-jenis beskap:beskap gaya Solo, beskap gaya Yogya, beskap landung dan beskap gaya kulon


Cara memakai Surjan atau Beskap

Seperti telah disampaikan di atas bahwa Surjan atau beskap merupakan salah satu busana pria adat Jawa yang bersumber dari keraton Mataram. Cara memakainya harus dilakukan dengan tatacara yang memiliki kaidah etika dan estitika tertentu.Susuhunan Pakubuwono IV,Raja Surakarta telah meningatkan kita dalam berpakaian,yaitu : Nyandhang panganggo iku dadekna sarana hambangun manungso njobo njero,marmane pantesan panganggonira,trapna traping panganggon,cudhukana marang kahananing badanira,wujud lan wernane jumbuhna kalawan dedeg pidegso miwah pakulitaniro.


(Berpakaian seharusnya dijadikan saran untuk membangun kepribadian manusia lahir dan bathin. Maksudnya berpantaslah dalam berpakaian: berpakaianlah sesuai tempat dan keadaaan, cocokkan antara badan dengan pakaian yang dikenakan,antara situasi, warna dan model/corak pakaian,tinggi badan,berat badan dan warna kulit)

Perlengkapan busana surjan atau beskap:

.Nyamping/ sinjang
.Stagen 
.Sabuk
.Epek lengkap timang dan lerep (anak timang)
.keris / duwung
.Selop / canela 
.Blangkon /udheng /mit


Kain Jarik 


Jarik adalah kain panjang berwarna latar hitam dengan corak batik warna coklat dengan motif batik yang beraneka ragam. Kain sebagai khasanah Batik Tradisional Indonesia seringkali disebut juga jarit. Pada masa lalu nyamping atau jarik yang digunakan biasanya berupa batik tulis, tetapi untuk saat ini rupanya tidak jarang pula dipergunakan batik cap. 

Jarik yang bercorak batik mempunyai maksud bahwa jarik batik adalah kostum yang dipakai para ksatria dalam tradisi budaya Jawa (Pakaian kejawen). Dengan memakai kostum berupa jarik ini diharapkan para pemain mempunyai jiwa ksatria dan berwibawa.


.Memakai Sinjang/Nyamping






Nyamping atau Sinjang sebelum dikenakan haruslah diwiru terlebih dahulu. Untuk nyamping busana pria, lebar wiru berukuran 3 jari tangan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengenakan nyamping adalah motif batik pada kain nyamping tersebut. Jika nyamping memiliki motif ganda,posisi kepala burung haruslah berada diatas. Ada juga motif yang memakai simbol/bentuk seperti candi atau rumah,maka posisi atap haruslah berada diatas. Saat mengenakan nyamping,posisi wiru berada ditengah tubuh memanjang ke bawah. Tangan kanan memegang wiru dan tangan kiri memegang ujung kain satunya (biasa disebut pengasih. Pengasih ini dililitkan ke kanan hingga pas ditengah tubuh.Usahakan bagian bawah tingginya sama dan cukup menutupi bagian kemiri kaki (bagian belang kaki yang menojol). Setelah dirasa cukup sesuai maka nyamping harus diikat oleh stagen.
.Memakai Stagen
stagen dililitkan dari arah kiri ke kanan mulai dari bawah melingkar ke arah atas.Jika stagen milik anda terlalu panjang,anda dapat meneruskan memilitkan stagen kembali ke arah bawah.Jika sudah cukup,ujung stagen ditekuk dan diselipkan pada bagian bahwa lilitan stagen untuk mengunci lilitan tersebut. Selanjutnya untuk menutupi stagen,kenakanla sabuk.

.Memakai Sabuk



Cara memakai sabuk mirip dengan cara mengenakan stagen yaitu dililitkan berulang kali pada bagian bawah dada hingga ke pinggang. Hanya saja sabuk dililitkan dari arah kanan ke kiri mulai dari atas ke arah bawah.Yang perlu diperhatikan pada pemakaian sabuk adalah jarik sap (garis atas yang satu dengan berikutnya kurang lebih 2 jari tangan). Ujung dari sabuk harus berakhir pada bagian kiri depan dan dapat dikunci dengan peniti.

.Memakai Epek / Kamus


Bentuk epek mirip dengan ikat pinggang. Epek memiliki bagian pengunci yang disebut timang dan bagian lerep (anak timang). Cara mengenakan epek yaitu timang berada pada posisi tengah lurus dengan wiru nyamping. Sementara lerep pada posisi sebelah kiri.Jika memiliki epek yang panjang maka bagian ujung dapat dilipat dan dimasukkan ke bagian lerep. Epek harus terpasang pada lilitan sabuk bagian bahwa,kira-kira 2 jari dari garis bawah sabuk.

Warna sabuk  dan epek ada beberapa macam sesuai dengan keperluan.contohnya :
Sabuk berwarna unggu dengan epek berwarna hijau artinya Wredha Ginugah yang dapat membangun suasana tentram.

Sabuk berwarna hijau atau biru dengan epek berwarna warna merah artinya Satriya Mangsa yang dapat membangun jiwa terampil dan berwibawa. 

Sabuk berwarna Sindur (merah bercampur putih) digunakan pada saat hajatan penganten.Warna ini dipakai bagi yang memiliki hajatan (hamengku damel).

Sementara untuk besan tidak ada aturan yang pasti.Hanya saja pada saat jaman penjajah Jepang,pernah ada paguyuban yang  menentukan warna sabuk Pandhan Binethot (warna hijau dan kuning) bagi besan.

.Memakai Keris/Duwung



 Keris atau dawung dikenakan padabagian belakang busana.Keris diselipkan pada sabuk, tepatnya     pada sab ke tiga dari bagian sabuk. Posisi arah dan kemiringan seperti pada foto di sebelah ini.

Untuk jenis keris ada banyak sekali macamnya,hanya saja yang banyak dikenal oleh awam jenis Ladrang dan Gayaman. Dhuwung ladrang adalah keris resmi yang digunakan dalam upacara ataupun pahargyan (upacara penganten). Sementara jenis gayaman digunakan sehari-hari oleh prajurit keraton.


.Memakai Selop/ canela


Selop dikenakan sebagai alas kaki. Yang perlu diperhatikan pada pemakaian selop adalah ukuran dari selop itu.Jangan mengenakan selop yang lebih besar dari ukuran kaki tapi pilihlah selop yang lebih kecil. Ini bertujuan untuk menghindari agar langkah kita tidak terbelit pada kain nyamping.


.Memakai Blangkon/ udeng/Mid

Pada bagian depan blangkon terdapat segita. Ujung segitiga tersebut harus berada ditengah-tengah kening. Blangkon jangan dikenakan terlalu mendongak ataupun menunduk.

Ada satu hal yang perlu diingat saat mengenakan busana adat,yaitu bahwa sepintas orang dapat mengenali kepribadian seseorang dari busanannya baik warnanya maupun jenis busananya, cara memakai dan bertingkah laku saat mengenakannya. 




Monday, October 2, 2017

Blangkon, Sebagai Simbol Pertemuan Antara Jagad Gede dan Jagad Alit

1. Blangkon Jogja



Blangkon Yogya mempunyai mondolan, hal ini dikarenakan pada waktu itu, awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas (seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.



Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagai mana bisa berbuat yang terbaik demi sesama walaupun mengorbankan dirinya sendiri.





2. Blangkon Solo


                                       


waktu itu lebih dulu mengenal cukur rambut karena pengaruh Belanda, dan karena pengaruh Belanda tersebut mereka mengenal jas yang bernama Beskap yang berasal dari beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan.
Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat Syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.



Secara keseluruhan penempatan blangkon dikepala merupakan anjuran agar segala pemikiran yang dihasilkan dari kepala tersebut selalu membawa nilai-nilai keislaman. Dalam artian sebebas apapun pemikiran yang dihasilkan oleh otak, agama islam selalu menjadi mainstream. Jadi, segala pemikirannya akan berguna bagi orang banyak, tidak malah menyengsarakan. Juga berguna bagi seluruh alam sebagaimana islam yang rahmatan lil’alamin.




Makna filosofi blangkon yang kedua yaitu blangkon sebagai simbol pertemuan antara jagad alit (mikrokosmos) dengan jagad gede (makrokosmos).




Blangkon merupakan isyarat jagad gede karena nilai-nilai transendentalnya. Sedangkan kepala yang ditumpanginya merupakan isyarat jagad alit. Ini terkait dengan tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi yang membutuhkan kekuatan Tuhan. Karena itu, agar manusia mampu melaksanakan tugasnya dibutuhkan kekuatan Tuhan yang disimbolkan dengan blangkon. Setelah manusia mendapat kekuatan tersebut, resmilah ia sebagai khalifatullah fi al-ardi yang tugasnya mengurus alam sesisinya.





Maka tak heran jika zaman dahulu orang-orang Jawa banyak yang memakai blangkon karena mereka sadar bahwa mereka selain sebagai hamba Tuhan juga merupakan khalifah di bumi.

Monday, July 10, 2017

filosofi blangkon Java Ombus



Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggowong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket .iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)''

Ya,blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin.awalnya terbat dari kain iket atau udeng berbentuk persergi empat bujur sangkar,berukuran kurang kurang lebih 105 cm x 105 cm. kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu.mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka timbullah gagasan seirng dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis,yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan asal muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala.iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka,pencipta tahun saka atau tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana aji saka berhasil mengalahkan dewata cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutuoi seluruh tanah jawa.selain itu,ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka.cerita lain mengatakan, di satu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.
seorang ahli kebudayaan bernama Becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"that an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these precludes it from also thought beatiful.some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standars and common of taste".Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem(aturan)tentang iket.Semakinmemenuhi pakem yang diterapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.

Bagi orang jawa,kepala,rambut,dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan.Kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkannya tergerai acak-acakan.Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan kain tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofisberupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri.Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah konflik,misal perang atau berkelahi.Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau membuka tutup kepala)yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan.Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri.

Saat agama islam masuk ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental.dibagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yabg terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain.setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat.artinya syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam.
Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bilaanda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!

Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang tepes(rata).Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut inilah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representai perasaan.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan,yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.

Sebagai bagian dari taktik devide et impera ,VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatangani perjanjian Gianti(1755)Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta.Masyarakat dikeduea daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria Jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon(tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari Jogya.Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di Jogya,sementara yang trepes ditemuka di Solo.

Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon,yaitu:

1. Kejawen(meliputi daerah banyumas, bagelen, yogyakarta, surakarta, madiun, kediri,
    malang) dapat dibedakan lagi sekurang-kurangnya dua gaya,yakniSolo dan Yogyakarta 
    a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
    b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya,yakni mataraman dan iket                krepyak.

2. Pasundan.tidak selalu diartikan secara geografis,misalnya Banten dan Cirebon masuk               kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya             Solo,namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti : barang bangsempla,                   sumedangan,  wirahnasari dan lain-lain.

3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara pulau jawa dimana corak           budayanya berbeda(penerapan motif batik)dengan daerah pedalaman.

4. lain-lain. disamping yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain                dipulau jawa seperti layaran(jawa timur, dari bangkalan), tengkulak (banten,cirebon,                demak) dipakai oleh santri dan lai-lain.
   Jadi Blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang rapi,sopan      dan berseni(ditandai dengan wiru halus)dari sebuah pengendalian diri yang kat(ikatan              dua ujung kain dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan              manusia dengan sang pencipta.


Saturday, July 8, 2017

blangkon dan filosofi Versi Bahasa Jawa

"Blangkon iku sajinis penutup sirah kanggo wong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket.Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah.Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)".




Ya, Blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin.Awalnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, berukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm.Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan tertentu.Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu,maka timbullah gagasan seiring dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis, yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon.

Tidak ada catatan sejarah yang pasti akn asa muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala.Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka.pencipta tahun Saka atau tahun jawa,sekitar 20 abad yang lalu dimana Aji Saka berhasil mengalahkan DewataCengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah jawa.Selain itu, ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan islam.Para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang jawa memakai ikat kepala seperti mereka.Cerita lain mengatakan,disatu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.

Seorang ahli kebudayaan bernama becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"That an object is useful,that an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these precludes it from also thought beatiful .some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standards and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem(aturan) tentang iket.semakin memenuhi pakem yang ditetapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.

Bagi orang jawa,kepala,rambut dan wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia,yang harus  selalu dilindungi dan diperhatikan.kebanyakan orang jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkanya tergerai acak-acakan.Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat ujung ikatan tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofis berupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri.Pria jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah sebuah konflik,misal perang atau berkelahi.Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala (atau membuka tutup kepala) yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapanemosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk ke tanah jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental.Dibagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yang terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain.setelah terikat,kemudian dipakai dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat,artinya syahadat harus ditempatkan paling atas.pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi islam.

Pada perkembangannya kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya.Hal ini ditandai dengan adanya wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya.Tetapi apapun itu,sebagai orang jawa tulen,bila anda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!

Secara umum,ada dua jenis blangkon,yaitu yang mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang trepes(rata). Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket.Gelung rambut ini lah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah iket.Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representasi perasaa.Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan, yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain.


Cara Mencari Ukuran Blangkon


Sebagai bagian dari taktik devide et impera, VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram.Setelah ditandatanganinya perjanjian Gianti (1755) Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta.Masyarakat di kedua daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri.Salah satunya adalah pria jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang Belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur.Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari jogya.Itu mengapa blangkon dengan mondholan dapat ditemukan di jogya, sementara yang trepes ditemukan di solo.
Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu :

1.Kejawen (meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri, Malang), dapat dibedakan lagi sekuran- kurangnya dua gaya,yakni Solo dan Yogyakarta.

a. Gaya Solo,dapat dibedakan lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak.

2. Pasundan. tidak selalu diartikan secara geografis, misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran.Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo, namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti: barang bangsemplak, sumedangan, wirahnasari dan lain-lain.

3. Pesisiran.adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa dimana corak budayanya berbeda (penerapan motif batik)dengan daerah pedalaman.

4. Lain-lain.Disamoing yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau Jawa seperti layaran(jawa timur,dari bangkalan), tengkulak (banten, cirebin, demak) dipakai oleh santri dan lain-lain.

Jadi blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang ra[i, sopan dan serseni (ditandai dengan wiru halus)dari sebuah pengendalian diri yang kuat(ikatan dua ujung kain dibagian belakang),pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan sang pencipta.


Tuesday, January 24, 2017

Tempat Perlengkapan Busana Adat Jawa Java Ombus



Rumah/Toko :
Jln. Pasar Ngipik-Pleret, Tegal Cerme, RT. 08, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Daerah Istemewa Yogyakarta. 55197 


Cara Pemesanan :
Datang Toko/Rumah
Telp/Sms 0818 0421 06 07 / 0821 3377 5521
WA. 081804210607
Pin BB. 5d266293 
Telp Rumah 0274 4435745

Peta : 
Sumber dari Google Maps
klik

BLANGKON PANEMBAHAN SENOPATI CAP MODANG Java Ombus

KODE : BJBC PS 0100



Spesifikasi Kwalitas Blangkon :
Nama                 : Blangkon Jogja 
Kode Barang      : BJBC PS 0100
Bahan                 : Batik Cap
Pengrajin            : Java Ombus.
Pembuatan         : Alusan dan Alus.
Bahan                 : Kain keras.
Kwalitas             : lentur dan Bisa dicuci.
Harga Alusan    : Rp. 


(BISA PESAN DENGAN MOTIF WARNA YANG LAIN)
 KLIK MOTIF YANG LAIN


Cara Mencari Ukuran :
1. Ukur lingkar kepala dengan meteran baju atau tali ada berapa cm.
2.  Lihat Peci/Songkok no berapa,
     Contoh : lingkar kepala 56 cm ukuran blangkon No. 6 dan seterusnya.
3. Ukuran Anak 46-50.
4. Ukuran Tanggung SD 51-55.
5. Ukuran Dewasa 56-60.
6. Ukuran Jumbo 61-63. 

Cara Pemesanan :
1. Datang Toko/Rumah.
2. Telp/Sms 0818 0421 06 07 / 0821 3377 5521
3. WA. 081804210607


Pemesanan : 
Jumlah Pemesanan#Kode Barang#Ukuran#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Kode Pos#Jasa Pengiriman. 

Contoh :   10#BSP0109#57#TRIYANTO#Tegal Cerme RT. 08,  
              Baturetno, Banguntapan Bantul#55197#JNE.


Rumah/Toko :
Jln. Pasar Ngipik-Pleret, Tegal Cerme, RT. 08, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Daerah Istemewa Yogyakarta. 55197 

Peta : 
Sumber dari Google Maps
klik


(Harga sewaktu-waktu bisa berubah tanpa pemberitahuan)


Jasa Pengiriman :


Setelah dapat konfirmasi rekapan total biaya dan ongkos kirim, silahkan uang di transfer ke no rekening di bawah. Terimakasih.


No Rekening Bank.

297289999 an. TRI Yanto
3008 01 015825 533 an. TRI Yanto
900 00 2535594 3 an. TRI Yanto
4451237190 an Eni Sulistyowati

Friday, December 28, 2012

Motif dan warna Blangkon Jogja di Rumah Balangkon


































Modang Batik Cap  
  

Blangkon ini seperti yang di pakai oleh penyanyi campursari Dimas TEJO. Dengan keunikanya yang menawan membawa suasana.


Apabila anda tertarik dengan blangkon seperti ini 
silahkan datang atau cukup menghubingi kami :


# SUGENG RAWUH #

CV. Java Ombus.

Alamat : Tegal Cerme, RT. 08, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Yogyakarta. 55197.
Cp. 081804210607/082133775521.
Rumah/Toko : 0274 4435745.




 BUSANA AMONG TAMU 
# SURJAN KEMBANGAN #

 MENERIMA PESANAN SURJAN dan PEMBUATAN SURJAN MOTIF KEMBANG
 

















# Harga Surjan Motif Kembang  : 
Surjan Motif Kembangan dengan kreteria bahan dan jahitan Alus harga mulai Rp.130.000,-  sampai Rp. 170.000,- tergantung Kwalitas kain.

#  Pembuatan Surjan Motif Kembang :
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran M                   =  2          meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran L                    =  2,25     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XL                 =  2,50     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXL              =  2,75     meter
  • Untuk pembuatan Surjan Ukuran XXXL           =  3          meter
(lebar kain untuk semua ukuran 110 cm)
# Ongkos jahitan Surjan Alusan perbiji mulai Rp. 55.000,-        dengan kreteria jahitan : 
     - Jahitan Alus dan Rapi.
     - Tanpa Furing.
     - Ukuran S-M-L-XL dan XXL.

 # Ongkos jahitan Surjan Alusan ongkos Rp. 65.000,- dengan  
    kreteria jahitan : 
    - Jahitan Alus dan Rapi.
    - Tanpa Furing.
    - Ukur Badan.
    - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)

# Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 75.000,- dengan kreteria 
   jahitan : 
   - Jahitan Alus dan Rapi.
   - Furing kain asahi.
   - Ukur Badan.
   - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)


# Ongkos jahitan Surjan Alusan Rp. 85.000,- dengan kreteria 
   jahitan : 
   - Jahitan Alus dan Rapi.
   - Furing kain Katun.
   - Ukur Badan.
   - Area Jogja bisa COD. (min 10 orang)

(Harga sewaktu-waktu bisa berubah tanpa pemberitahuan)
Pemesanan :
Telp/sms/WA. 081804210607
Telp/sms. 082133775521
Rumah/Toko : 0274 4435745.

Pin BB.5d266293


No Rekening Bank.

297289999 an. TRI Yanto
3008 01 015825 533 an. TRI Yanto
900 00 2535594 3 an. TRI Yanto

4451237190 an Eni Sulistyowati

Paket Pengiriman Barang : 






wa